Minggu, 23 Maret 2008

Misteri Tadulako I Hilangnya Rantai Nosarara dan Kemunculan Topeule

Duka Tanah yang diberkahi
Arak awan hitam menyelimuti Kerajaan Tanah Kainggurui yang diberkahi, hujan deras tak henti-hentinya turun bersama gelegar petir serta Guntur yang saling memburu. Aroma duka begitu terasa di seluruh bagian istana, tak ada tawa riang atau pesta. Gelas-gelas perunggu seolah dibiarkan kosong, sementara hawa dingin merasuk bersama angin yang berhembus menembus pori-pori. Suasana tak wajar sedang menari-nari menembus setiap sisi kerajaan.
Sementara itu diLobo Istana Kainggurui, tujuh orang penasehat sedang berkumpul, bersama meja panjang ditengahnya dengan posisi duduk membentuk lingkaran.
”Aku harus bicara pada raja sekarang Baligau, agar Ia tak salah paham tentang kondisi yang berlaku- ujar salah seorang peserta pertemuan yang dikenal sebagai Madika Malolo.
”Belum saatnya dia masih berduka akan nestapa yang berlaku pada bangsa kita, biarkan dia sendiri saat ini timpal lelaki berjenggot yang terlihat paling tua dari mereka.
”Tapi Madika Matua sampai kapan kita mesti bersedih tanpa melakukan apa-apa, tegoklah para sando mereka sama dengan raja kita menghilang begitu saja entah kemana dan saat ini kita bertujuh sebagai Pitunggota yang dipercaya sebagai penasehat malah dibiarkan kebingungan menghadapi masalah besar yang akan terjadi
”Belum sekarang untuk segera menyampaikan ini pada raja, ujar seorang lelaki dengan perawakan tegap namun memancarkan aura kebijaksanaan. Dialah sang pemimpin pertemuan para penasehat itu yang dikenal sebagai Maligau. Ini tawaranku bagaimana dengan kalian? semuanya akhirnya menganguk, termasuk madika malolo yang tadinya terlihat begitu bersemangat mengajukan usulan agar segera bertemu raja Lian. Baris kata sang Maligau seolah memiki kekuatan tersendiri yang mampu menyerab seluruh energi diruangan para penasehat itu.
Pabicara..., ujar maligau pada seorang yang berperawakan paling rapi diantara ketujuh penasehat.
Saya Maligau,
Adakah kau memberi usul pada pertemuan ini?
saya hanya ingin membacakan puisi saya, itupun kalau diberi izin para hadirin dan hadirat.
Seluruh peserta pertemuan tanpa dikomando secara serentak menjawab “ya”
Mendapat persetujuan para hadirin pabicara segera membacakan syairnya :
Runtun demi runtun keberkahan di cabut dari negeri kalinguru
adakah langit menaruh dendam, bukankah dia juga jadi awal dari segala sebab-musabab- kami tak dapat berkata, apa yang sedang berlaku disini tikam menikam bencana muncul dan kami hanya bisa beradu pikir bak petir dan guntur yang beradu jago.
oh, apa lagi yang kami punya selain ikatan hati yang telah kau ambil,
perkara ini telah dimulai dari sini, tempat para cerdik pandai berkumpul dan mungkin saja akan bersusul tikam menikam kaum jelata...

Ruangan hening senyap, setelah Pabicara mengakhiri baris kalimatnya, seoalah mereka telah ditikam sebuah kecemasan yang mereka mulakan. Sebagaimana pesan para tetuah, ”sebuah alamat kehancuran sebuah negri jika para cerdik pandainya mulai berdebat dan berkalahi untuk sebuah soal”.

Tadulako, Madika Malolo, Madika Matua, Ponggawa, Galara, , Pabicara, dan kau Sabandara apakah punya usulan, ujar malingau memecah keheningan sembari mengabsen satu persatu anggota dewan kerajaan.
Ketujuh penasehat itu hanya menjawab dengan gelengan kepala. Membentuk Isyarat yang langsung dimengerti maligau.
Baiklah kalau begitu persoalan yang sudah kita bahas tadi, baru akan kita sampaikan ketika raja Lian telah siap secara lahir dan batin, selepas dua duka yang menimpanya. Kita semua sadar kepergian permaisuri tangkai bambu kuning dan wafatnya Mange Guru telah membuat hatinya begitu sedih. Kita semuanya sadar dirungan ini kita dipilih menjadi dewan kerajaan karena kita bisa dipercaya menasehati dan menjaga apa yang mesti dijaga.
Baris-baris kalimat yang meluncur dari mulut Maligau seolah menembus dada ketujuh penasehat kerajaan.
”Oh yah.., malibu melanjutkan baris kalimatnya yang terpotong, utamanya Masalah rantai Nosarara tolong jangan sampai keluar dari lobo ini, kita mesti menguncinya rapat dan sampai raja tau apa yang akan terjadi setelah bangsa kita kehilanganya.

Tidak ada komentar: